Posts

Showing posts from September, 2018

SEPINTAS MELINTAS: Bogor

Bogor itu semua tentang kalian. Tentang kamu berdua. Aku bisa apa untuk lupa? Sedang semua yang ada bersamanya tak hanya mengaliri otak. Mereka juga mengisi hati. -BAS-

SEPINTAS MELINTAS: Sangat Jauh

Malam kemarin, mimpi hadir. Kamu sudah sangat tua. Bukan tua yang biasa kamu maksud. Benar-benar tua. Rambut putih dimana-mana.  Dan aku merasa sangat jauh. -BAS-

Bersama Hati

Aku dan teman makanku malam ini ingin makan ditemani tahu goreng. Kami tulis angka dua di kolom jumlah pesanan. Mas pelayan datang. Kami menyerahkan kertas daftar pesanan kami. Ia membacakan ulang. Lalu berkata, "mohon maaf, mas, mbak, kami informasikan tahu gorengnya untuk satu porsi ada enam buah tahu. Mau tetap pesan dua porsi atau bagaimana? Saya konfirmasi, takutnya terlalu banyak." "Oh, yaudah satu aja mas," kami langsung menjawab berbarengan. Mas pelayan pergi. Kami membicarakannya. Katanya, masnya baik. Padahal rumah makannya bisa lebih untung kalau orang-orang yang tidak tahu seperti kami tetap membeli dua porsi. *** Bapak berjaket seragam memberi helm karena kegunaannya. Bukan karena ada polisi atau tidak. Bukan karena peraturan perundang-undangan. Bukan karena SOP perusahaan. Atau menjaga nama perusahaan. Bukan juga karena lewat jalan raya atau jalan kampung. Bapak berjaket seragam merasa bertanggung jawab. Helmnya membantu ia melaksanaka

Malam Ini

Aku takut pada malam ini. Takut pada bapak supir angkutan yang bilang aku cantik. Takut pada orang di sebelahku, yang menurutku duduk terlalu dekat.  Aku takut pada wajah tidak ramah bapak supir angkutan yang kedua setelah aku diturunkan karena angkutan yang pertama akan pulang. Pada penutup kepalanya juga. Takut juga dengan kebiasaannya meludah keluar jendela yang menurutku terlalu sering. Juga cara menyetirnya yang ugal-ugalan. Aku takut menunggu di depan sebuah mall yang sudah gelap dan sepi di hari yang belum terlalu malam. Aku takut jalanan gelap yang padahal selalu aku lewati. Aku juga takut udara malam ini yang terasa lebih dingin menusuk tulang, sementara tidak satu pun bintang terlihat. Dan aku lupa membawa jaket. Aku juga selalu sebal, dan takut, pada sapaan seorang bapak satpam di gerbang masuk kompleks perumahanku. Tapi sampai di rumah, aku sedikit terhibur. Beberapa bintang mulai terlihat. Termasuk si merah. Bulan sangat terang walau di bentuknya yang sabi

SEPINTAS MELINTAS : Saat Itu Seharusnya

Ternyata saat itu seharusnya aku berpikir lebih lama lagi. Lebih banyak lagi. Lebih matang lagi. Tidak terburu-buru. Dasar ceroboh. Ah, sudahlah. Kalau saat itu aku lakukan juga memangnya akan berbeda? Mungkin waktunya saja yang mundur. Atau bahkan sama persis? -BAS-

Screening Silang

Aku selalu membutuhkan orang lain untuk me- review setiap tulisan yang aku buat. Barangkali ada kesalahan penulisan ataupun format yang tidak aku sadari meski sudah aku cek beberapa kali. Screening silang yang dilakukan oleh dua orang atau lebih terbukti sangat efektif dan sangat perlu dilakukan. Terkadang otak kita membaca apa yang ingin kita baca. Bukan yang seharusnya kita baca. Bisa jadi karena terlalu familiar dengan kata-kata tertentu, otak kita akan otomatis membaca kata tersebut dan mengabaikan kesalahan yang mungkin ada. Apalagi kalau yang membaca adalah penulisnya sendiri, yang sangat tahu apa yang ingin ia tulis. Padahal di sisi lain, tangan kita juga bisa menulis tidak sesuai dengan apa yang otak kita inginkan. Perjalanan informasi dari otak ke tangan yang sangat panjang dan kompleks, fokus yang kadang teralihkan, alat yang digunakan kurang nyaman, atau alasan-alasan lainnya bisa membuat tangan kita tidak 'menurut' pada otak. Saat penulis melakukan sc

SEPINTAS MELINTAS : Satu Kata Positif

Kau tahu? Sejak beberapa waktu yang lalu, entah mengapa aku jadi sangat sensitif pada sebuah kata yang sebenarnya sangat positif. Daripada membenci seseorang, sekarang aku lebih takut kalau aku jadi memiliki tanggapan negatif pada satu kata positif ini. Terkadang, aku tidak bisa mengendalikan sisi negatifku. Sementara untuk satu kata ini, harus benar-benar aku kendalikan. Karena sudah kubilang, kata ini sebetulnya sangat-sangat positif. -BAS-

Obrolan Serius

Seorang pria datang, bercerita panjang lebar. Tentang kesehariannya memperhatikan seorang wanita. Ia tak peduli jika wanita yang sangat ingin ia lindungi sudah ada yang menjaga. Katanya, perjuangan memang tidak semudah itu, bukan? "Jadi penjaga tambahan untuknya pun aku tak masalah. Bagiku, ia memang wanita yang wajar disayangi banyak orang. Bagiku, ia sangat patut untuk dilindungi. Meski aku tak bisa selalu ada di dekatnya, paling tidak, aku tahu ia aman. Paling tidak, aku tahu hari ini ia tidak mengalami sesuatu yang buruk. Dan aku usahakan ada di dekatnya bila hal itu terjadi." "Bagaimana caranya kau tahu?" "Aku tahu caranya," ia tersenyum. Aku juga. Tertular. "Dan akan sangat senang kalau ia tahu bahwa ia benar aku lindungi," lanjutnya. "Ternyata orang sepertimu bisa manis juga," candaku agar obrolan tak terlalu serius tentang perasaan. "Awas. Nanti kau suka." "Hahaha. Tak akan." "Kau ju

SEPINTAS MELINTAS : Sayang

Aku masih sayang kamu, diriku sendiri. Jadi, berhentilah terus-terusan mengalah demi orang lain. Berhentilah terima-terima saja. Kamu sangat boleh marah. Dan jadilah bahagia. -BAS-

Tentang Pergi

Aku tetap pergi. Tapi, kamu tidak akan terima aku yang pergi tanpa menjelaskan apa pun, bukan? Dan kamu tetap akan sedih. Lalu marah. Apa pun yang aku katakan.  Kejadian sewajar apa pun, Landasan sebaik apa pun, Alasan semanis apa pun, Senormal apa pun kehidupan yang akan tetap berjalan, Ditinggal pergi tetap akan jadi peristiwa yang sangat tidak menyenangkan.  Jadi, untuk apa aku bersusah-susah membuat cerita-cerita lain? Alasan sebagus apa pun yang aku sampaikan, toh bagi yang ditinggalkan, kepergian akan tetap terasa menyakitkan. -BAS-

Bagian Keluarga

Memang menyenangkan merasa dianggap sebagai bagian dari keluarga. Keluarga yang baru, apalagi. Seperti wanita itu yang terlihat begitu gembiranya sekedar mendapatkan ucapan selamat dari ibu dan kakak kandung dari orang yang pernah mencintainya. Apalagi, saat ia dikirimi hadiah oleh keduanya. Terlihat jelas perasaan senangnya. Meski ia dan orang yang pernah mencintainya tersebut sudah tidak ada urusan lagi. Sama juga seperti aku ketika adik perempuan kecilmu bertanya "teteh, kapan main ke rumah lagi?" Juga saat ia dan ibumu mengucapkan selamat wisuda. Meski saat itu, sekedar kamu dimana pun aku sudah tidak tahu. -BAS-