Posts

Showing posts from 2021

Kemas-Kemas

Beberapa waktu lalu, aku mengeluarkan seseorang dari daftar teman dekatku. Alasannya hanya karena ia pernah menanyakan sesuatu yang aku tunjukkan hanya pada teman dekatku yang hanya beberapa. Sejujur-jujurnya, tidak ada perhatian seorang pun yang aku cari. Aku hanya membutuhkan orang-orang terdekat yang tidak perlu lagi menilaiku, tanpa peduli apa pun yang aku tunjukkan. Aku ingin menunjukkan apa saja tanpa merasa dihakimi. Tanpa dinilai baik atau buruk. Aku tidak ingin dicap buruk. Namun, aku juga tidak mau terbebani ekspektasi orang lain ketika suatu saat aku terlihat baik. Aku ingin menunjukkan apa saja tanpa dinilai. Jika ia benar-benar merasa ada yang berubah dan bertanya alasannya,... "Aku hanya ingin jadi benar-benar siap ketika nanti aku benar-benar menyerah dengan semuanya." -BAS-

Teman Pengadu

Image
  Sumber: Twitter @kikimulkimuch Haahhh~ kamu bisa baca pikiran aku kah, bang? Tulisanmu belakangan ini sangat menggambarkan apa yang sedang aku rasakan. Dan tulisan ini, di pagi hari ini, jadi puncaknya. Gereget. Tapi sekedar klik like pun aku ga berani. Sangat ingin aku jadikan wallpaper handphone. Tapi wallpaper astronaut-ku sekarang sudah terlanjur amat sangat keren. Sulit untuk tergantikan. Bagaimana kalau di laptop? Takut adikku pakai. Padahal aku benar-benar bisa tersenyum tenang saat melihat tulisanmu yang satu itu, bang. Ada saran dimana aku harus menyimpannya? Terima kasih karena sudah menemaniku merasakan hal yang sama. -BAS-

Bisik

Kamu membuat aku tersenyum lagi saat kamu keceplosan jadi sangat dewasa lalu sadar sendiri dan kembali menjadi kamu yang manja. Itu lucu. Entah berapa kali dalam sehari aku menceritakanmu pada Tuhan. Entah berapa salam untukmu yang aku titipkan pada Tuhan. Namamu jadi begitu lancar aku sampaikan pada Tuhan. Aku tidak ingin berhenti memintakan hal-hal baik untuk kamu. Tuhanku pasti mendengarku. -BAS-

Gerimis

Aku suka hujan hari ini. Ia mereda dan jadi deras di waktu-waktu yang tepat. Pada saat-saat seperti ini, aku sangat suka hujan. Aku jadi punya banyak waktu untuk bercerita pada Tuhan-ku. Selengkap-lengkapnya, jadi sebawel-bawelnya aku. Lidahku pegal, Tuhan. Pada saat-saat seperti ini, aku sangat suka hujan. Kusebut sejadi-jadinya nama yang selalu aku sebut. Mengadukannya pada Tuhan-ku, menitipkan salam, berharap juga segala kebaikan untuknya. Tuhan, maaf aku ngotot. -BAS-

Curhat Pertama

Takdir memang suka datang tiba-tiba. Ga pake tanda-tanda. Kadang yang dadakan justru banyak jadinya. Kadang yang jadi, prosesnya akan segampang itu, secepat itu, semendadak itu. Tapi abang belum tahu sebenar-benarnya aku. Pun aku, belum tahu abang sama sekali. Bang, sekarang aku sudah ga punya teman. -BAS-

Jaga Baik-Baik, Ya.

Orang-orang yang aku percaya, perlahan, mulai menyimpan hatinya untuk seseorang yang benar-benar ia inginkan. Aku tidak bisa lagi jadi si anak paling manja dan menyebalkan di antara abang-abangnya. Aku juga mau ikut jaga hati seseorang yang mereka jaga. Hal yang sudah pasti terjadi, sebenarnya. Seharusnya, dari awal aku sudah tahu hari ini akan tiba. Selamat memasuki fase perjuangan hidup yang baru -- yang kalian tahu bahwa selalu aku takutkan, bahkan kini, saat kalian mulai benar-benar memasukinya. Salam, dari si bocah penakut yang tukang ngadu. Terima kasih karena sudah menjadi abang yang baik. -BAS-

Statuta

A: "Aku seneng, kamu lagi suka banget baca." B: "Aku stres." A: "Oh iya? Terus? Merasa baikan waktu lagi baca kah?" B: "Biar terbiasa ga punya teman aja." (Sambil tersenyum) Aku terlalu banyak berharap dari sebuah status dengan orang lain. Ingin selalu tahu kabar mereka, ingin selalu tahu apakah mereka baik-baik saja, ingin selalu diceritakan apa pun yang terjadi pada mereka, ingin selalu diajak main, ngobrol, dan masih banyak ingin-ingin yang lain -- yang intinya ingin selalu terlibat dalam kehidupan mereka. Karena hal itu, kadang aku kecewa, kadang aku terlalu banyak berpikir. Karena hal itu, orang-orang risih. Seharusnya mereka punya privasi. Aku harus sadar bahwa setiap orang tidak selalu sama dengan bagaimana aku ingin diperlakukan. Aku seharusnya tidak memaksakan. Bagaimana kalau aku singkirkan saja perihal status? Tidak peduli bahwa kita adalah teman, rekan kerja, sahabat, teman dekat, teman rasa keluarga, pacar, calon suami, apa pun itu.

Lumbung

Sudah ada kira-kira satu bulan yang lalu sebenarnya aku merencanakan sesuatu yang baru untuk rumah ini. Belum juga terealisasi. Entahlah, pikiran dan fisik sedang sangat sulit untuk bekerja sama. Sesungguhnya aku menulis di sini karena aku sangat ingin bercerita, mengungkapkan yang mengganjal di hati maupun di pikiran, namun terlalu malu untuk bicara panjang lebar denganmu secara langsung. Atau sekedar membatasi yang ingin dibagi karena ada hal-hal yang masih harus dijaga. Takut tidak terkontrol saat aku sedang bicara di depanmu. Aku egois, memang. Lelah memendam tapi masih menginginkan privasi. Mohon dimaklumi. Tulisan ini sedikit aku revisi. Tepatnya, aku tambahkan paragraf ini karena ternyata ada seorang tidak terduga yang mengaku kalau selama ini ia ada di sini. Tidak menyangka kalau selama ini aku juga berbagi cerita padanya. Tak apa. Tak ada masalah. Terima kasih karena sudah mau ikut menampung cerita-ceritaku. Nantinya akan ada halaman baru. Tempat aku bercerita apa yang terjadi

Es Jeruk

Baru ini aku merasa kalau menjadi hidup itu sangat sulit. Tidak ada pilihan yang benar. Tidak ada keputusan yang tepat. Apapun yang aku ambil, aku sudah siap untuk jadi yang disalahkan. Untuk sekedar merasa bersalah. Aku tidak tahu apakah sebetulnya aku benar atau salah. Aku tidak peduli lagi. Yang akan aku lakukan nanti hanya menjadi salah. Aku rasa, aku bukan si latah yang melakukan apa pun yang aku pikirkan secara spontan. Tapi dadaku sakit tiba-tiba. Tolong aku. Ruangan ini sangat gelap. Aku tidak bisa lihat apa-apa. Tidak bisa memastikan tanganku ada di mana. Nafasku sesak, padahal dokter bilang cairannya hampir hilang. Hanya bisa merasakan setengah tubuhku kebal.  Padahal ini siang hari. Lampu kamar memang mati, tapi sinar matahari sedikit masuk dari jendela. Aku mual. • • • Semoga Jumat berkah. Aku belum dapat kabar baik. -BAS-

Draken

Pernah hanya scroll-scroll timeline instagram, tap-tap story, scroll-scroll reels, padahal ga ada postingan sedih, kamu juga sesekali tertawa, tapi tiba-tiba matamu berkaca-kaca, semakin tebal, lalu runtuh ke pipi? Pernah merasa sangat tidak berharga, beban keluarga, cuma bisa terus-terusan bikin malu keluarga, ga pernah bisa bikin bangga, baru ngeberesin hal memalukan satu tapi malah bikin malu lagi di hal yang lain, merasa ga ada gunanya untuk keluarga? Ga mau buka-buka pekerjaan. Tumpukan buku-buku lagi ga bisa masuk. Mungkin sepasang barbel cukup bisa diangkat. -BAS-

Lebur

Teringat mimpi semalam yang bisa membuatku terbangun dalam keadaan kosong, sekosong-kosongnya. Keadaan dimana aku benar-benar pasrah, sepasrah-pasrahnya. Nyatanya itu lah hal yang benar-benar bisa membuatku kuat.  Tentang ketidakpastian. Perihal waktu yang detikannya tepat sekalipun. Aku hanya si sebenar-benarnya serba tidak tahu. -BAS-

Futura

Hari ini aku benar-benar menyadari bahwa kita tidak harus bertahan pada keadaan yang tidak pernah membuat kita nyaman. Ah aku ralat, bukan hari ini. Maksudku kemarin. Sudah jam tiga pagi ternyata. Sepertinya aku memilih untuk ga tidur dulu. Sama dengan seseorang yang selalu membuat kamu marah. Sudah sangat cukup membuktikan bahwa kamu ga nyaman. Lalu, apa lagi yang kamu harapkan?  Begitu pula dengan orang yang selalu membuatmu menangis. Karena sehati-hati apa pun kamu berbicara dan bertindak, kamu tidak akan berhasil sampai pada ujung jalan pikirannya. Bapak security sudah dituntut untuk sangat ketat. Kamu tidak akan pernah diizinkan bahkan untuk sekedar mengintip. Kamu semakin ga nyaman. Lalu, apa lagi yang kamu harapkan? Apa yang bisa diharapkan dari berjuang untuk sesuatu yang kamu tahu akan sama ga nyamannya dengan keadaan sekarang? Ketidaknyamanan yang baru kah? Atau kamu sedang berusaha meyakinkan dirimu sendiri kalau ketidaknyamanan di masa mendatang itu hanya ada di pikiran neg
Pura-pura punya tujuan supaya nanti jadi ada tujuan adalah tingkatan lanjut dari nyari-nyari tujuan. *** Padahal posisiku sekarang sama seperti kamu dulu. Kebutuhannya juga sama seperti kamu dulu. Butuh dikuatkan, butuh didorong. Yah, ga separah kamu dulu, sih.

Kosong

Perihal menemani dari nol lalu ditinggalkan kemudian, aku sudah terlalu biasa. Saat sudah tidak nol, seleranya bukan aku lagi, ya kan? Lingkarannya bukan aku lagi, betul? Bagaimana kalau aku memulai misi mengurangi populasi "Nol" di dunia dengan mulai mengabdikan diri sebagai "Pasukan Menemani dari Nol"? Ide bagus bukan? Baiklah, sekarang sudah waktunya inisiatif pergi sendiri ke tempat pembuangan. Sudah hafal jalannya, kan? Ngomong-ngomong, aku mulai sangat lelah menunggu. Terlebih aku masih nol. -BAS-

Tabun

Seharusnya kamu tidak pernah tahu halaman ini. Jadi, aku bisa meluapkan semuanya tanpa menyakiti perasaan satu orang pun. Jujur saja, aku lelah setelah menjadi pelampiasan atas apa yang tidak pernah kamu dapatkan sebelumnya di luar sana. Tapi sanggupkah aku jika ingin keluar? Atau tak apa aku tinggal, tapi bisakah aku mendapat balasan? Kamu tahu? Yang terjadi belakangan ini, aku tidak bersuka cita. Apalagi, setelah sangat terasa peranku seolah hanya sebagai tempat sampah. -BAS-

Idiot

Aku mau ngomel. Boleh ga sih kalo aku lagi ngeluh, kalo kamu mau support, yaudah support aja? Ga usah pake marah-marah karena hal lain. Hal yang udah aku akui salah. Aku ga suka bapak. Bapak kalo udah ngomel, mau aku udah minta maaf sambil nangis-nangis pun, bakal terus ngomel nyerocos ga berkesudahan. Aku cape banget dengernya. Aku pergi ke luar untuk menghindar dari hal-hal yang ga aku suka di rumah. • • • 'Idiot,' dia bilang, saat kata 'goblok' trauma untuk keluar dari jari-jari aku. -BAS-

Tekad

Aku tahu seseorang yang kelihatannya sangat kuat tapi sebetulnya sangat ga bisa sendirian. Tanpa orang lain langsung tahu, sering merengek kesepian. Sementara aku lebih tenang pergi sendiri. Semua orang punya keperluannya masing-masing, bukan? Punya kepentingannya sendiri-sendiri, ya kan? Aku suka pergi beramai-ramai. Tapi, aku juga ga masalah untuk ga ikut setelah berbagai diskusi memang ga memungkinkan aku ikut. Atau bisa langsung ambil keputusan ga ikut tanpa harus bertanya apa-apa lagi kalau langsung ditembak keputusan yang jelas-jelas ga berpikir tentang orang lain. Aku pergi sendiri saja. Aku juga suka berada di dalam perjalanan panjang. Pergi ke suatu tempat tanpa ada hal khusus yang dituju, lalu kembali pulang, mungkin sudah sering orang-orang terdekatku dengar. Bahkan, ibu sudah paham. Asalkan, ... (Baiklah, baiklah, aku tahu batasnya. Lagipula hanya hal itu yang aku takutkan; hanya itu yang bisa membuatku menangis panik) . Aku bisa dibilang gila karena mengambil perjalanan ja

Kekar

Ketidaksengajaan dengar obrolan orang hari ini: X: "BMC apaan?" Y: "Rumah sakit. Langganan gua itu." Pikiranku: "Rumah sakit? Langganan? Langganan sakit juga dong? Terus dia bangga?"  Pikiranku juga beberapa detik kemudian: "Hey, hey! Bisa jadi langganan cek kesehatan, kan? Justru jadi kelihatan kalau dia sangat peduli sama kesehatannya, kan?" Menyenangkan memang sesekali mencuri dengar pembicaraan orang yang tidak dikenal. Tapi, kadang sulit untuk mengendalikan pikiran agar tidak berasumsi. Atau minimal, ya, berasumsi yang baik-baik saja. Benar juga! Yang begini-begini sering aku dapatkan saat sedang sendiri dan tidak melakukan apa-apa. Saat janjian, kadang aku terlalu bersemangat. Kadang terlalu inisiatif. Ada yang bilang mentalku sudah beda. Bukan lagi tipe yang menunggu lalu bilang akan menyusul nantinya. Salah satu faktornya mungkin karena aku bukan yang ada di kota basecamp . Dijanjikan sedikit saja, aku langsung fokuskan ke arah sana. Pada

Kembali

Aku mau ga lagi berpikir tentang "orang lain begini, aku begini; aku begini, orang lain begitu." Biar orang lain mau melakukan apa. Kalau suatu saat perbuatanku salah pun itu sepenuhnya karena ketidaksengajaan yang tidak seutuhnya dimaksudkan untuk salah, pun murni aku yang salah.  Aku hanya ingin punya niat baik, bukan niat balas budi, apalagi balas dendam.   Bismillah. -BAS-

Rapat

Aku mau bercerita pada kamu saja. Orang-orang terasa sangat pintar bercerita hingga aku tidak kebagian waktu. Sahut-menyahut beradu kata, sementara aku takut menyela. Di lain waktu, aku tidak sepenuhnya paham apa yang mereka bicarakan -- hanya bisa menebak-nebak. Aku mau bercerita pada kamu saja. Tentang semua yang terjadi selama seminggu tanpa orang lain sela dengan kata-kata kurang sedap -- yang padahal hanya tebakan; yang padahal bisa mereka tanyakan; yang padahal aku bersedia menjelaskan -- sementara aku belum selesai menceritakan semuanya. Aku mau bercerita pada kamu saja. Jarang-jarang kan aku bercerita? -BAS-

Tampak

Penghargaan sebagai pelengkap buku yang katanya untuk kenang-kenangan itu semakin menyadarkanku. Aku, dengan predikat sebagai seseorang yang tidak pernah dirasakan keberadaannya di kelas.  Bukunya sangat bagus. Sebagai salah satu sekolah unggulan di kota, buku kenangan yang dirancang pun tidak sembarangan. Tapi entah kini ia ada di mana. Aku juga tidak pernah tertarik untuk mencarinya. Begitu pula aku yang juga tidak tertarik memunculkan diriku sendiri di tengah-tengah masyarakat. Tak hanya di sana, predikat yang tidak jauh berbeda pun memang selalu aku dapatkan di tingkatan sebelumnya. Aku memang tidak terlalu antusias menampakkan diri. Aku memang cukup sering terlihat sebelumnya, tapi itu tidak pernah disengaja, hanya sebagai hasil yang mengikuti dari sesuatu yang aku dapatkan.  Keinginan untuk muncul pun semakin berkurang saat aku melihat orang-orang semakin hebat. Sementara aku,... begini saja. Aku selalu menghargai orang selalu sadar akan kehadiranku. Bahkan selalu meminta aku unt

Kapan?

x: "Kalo Dik Bertha, kapan?" y: "Nanti, Mas, belum punya apa-apa. Hehe." x: "Loh, kan cowo yang nyari." y: ... Beberapa peristiwa ditinggal membuatku sangat berhati-hati dalam menggantungkan kehidupanku pada seseorang. Apalagi kalau bukan hanya untuk masa kini, tapi selama sisa hidupku yang aku ga tau sampai kapan. Aku ga tau akan bertemu seseorang seperti apa di masa depan. Aku juga ga tau kehidupan di masa mendatang akan seperti apa dan apa yang akan terjadi. Bukannya tidak percaya, aku sangat percaya bahwa Tuhan-ku telah menyiapkan skenario terbaik untukku. Tapi menurutku, kita juga harus berusaha agar tetap bisa merasa baik walau apa pun yang terjadi, bukan? Paling tidak, agar tidak sampai menyalahkan Tuhan saat keadaan tidak sesuai dengan yang kita harapkan. Aku berpikir bahwa menjadi mandiri -- siapa pun kita -- adalah sebuah keharusan. Aku bisa membiarkan orang lain menjalankan kewajibannya kepadaku, aku bisa bermanja-manja, aku bisa saja terlihat s

Wilis

Aku adalah pelukan yang salah. Jangan terburu jauh terjatuh. Aku adalah kuda-kuda yang rapuh. Jangan terlalu luwes bergantung. Aku adalah pikir yang terkungkung. Jangan mengharap luasnya waktu. Aku hanyalah rasa yang ragu. Bukan rumah yang tepat untuk kembali dan berharap akhir yang indah. Harapku, kau bertemu bahagia. Dan terburu-buru mengharapkanmu, selalu jauh aku menentang. -BAS-

Akonsius

"Bagaimana caranya aku menaikkan kembali seseorang yang sedang jatuh, sementara aku juga sedang hampa-hampanya?" "Hmmmm, bagaimana, ya? ... Hey, bukankah kamu ahlinya?" "..." "Ah, ya, baiklah. Memuncak, ya?" -BAS-

Imbit

Maaf, dunia. Belakangan ini aku seolah sangat ga peduli sama kamu. Bahkan sesungguhnya aku menghindari kamu. Aku malas berkunjung. Sangat malas berinteraksi dengan semua yang ada di kamu. Bagaimana bisa seseorang membenci orang lain (dan sesuatu) hanya karena imajinasinya sendiri yang tidak benar-benar terjadi? Memang atas dasar kejadian yang pernah terjadi. Namun, tidak pernah terjadi padanya, bahkan mereka pun sangat jarang ada kontak langsung. Kalau seseorang ingin diperlakukan olehku seperti yang ia mau sampai ia marah-marah ketika semuanya tidak sesuai, sementara di lain waktu aku juga minta diperlakukan seperti yang aku mau, apakah itu termasuk dendam? Apakah aku bisa dibilang egois? Apakah aku bisa dibilang ga bisa dikasih tau yang bener? Boleh ga kalau aku bilang ia curang? Sepertinya, sangat banyak yang aku mau. Terlalu banyak yang aku bandingkan dengan orang lain. Memikirkannya membuatku sesak. Lalu, ga ada yang bisa aku lakukan. Atau aku malah jadi malas melakukan apapun. Ha

Disiram Kabut

Minggu ini berat, ya? Sangat berat. Bahkan sesuatu yang aku minta, yang aku harap bisa membawa kita kembali ke pikiran normal kita masing-masing pun justru membuat aku merasa semakin ingin terbang menembus awan saja. Awan yang paling tinggi, kalau bisa. Agar aku tidak usah kembali ke bawah sini lagi. -BAS-