Pelupa

Tahun lalu, bapak ojek online bertanya padaku. "Mbak, besok mulai puasa. Bolak-balik naik motor ke kampus ga apa-apa?" Lalu aku jawab dengan bingung, "ngga apa-apa kok, pak." Bapak ojek online bertanya lagi, "kuat, mbak?" Lalu aku makin bingung, "hah? Kuat kok, pak".

Lalu baru tadi aku pulang naik angkutan umum dan melihat anak kecil dengan benjol memar besar di dahinya. Hal itu mengingatkanku pada kejadian berpuluh-puluh tahun lalu yang sangat berusaha aku lupakan. Aku memiliki adik laki-laki. Usia kami tak terpaut jauh. Hanya 1,5 tahun. Karena itu, saat kami masih kecil, kami sangat sering bertengkar

Saat itu kami bertengkar di atas kasur. Benar-benar berkelahi mungkin. Yang aku ingat, saat itu aku sangat kesal. Dan saat ia berdiri berniat untuk melompat turun dari kasur, aku menendang kakinya. Ia terjatuh dari kasur dengan kepala terbentur ke lantai. Ia menangis sangat keras dan ketika ayah dan ibu datang, aku melihat dahinya dengan benjolan yang sangat besar. Aku takut. Sangat takut. Sudah pasti aku dimarahi. Tapi bukan itu yang membuatku takut. Aku sangat takut kalau adikku kenapa-kenapa.

Mungkin hal itu yang membuatku sempat menjadi orang yang sangat takut  untuk menyakiti orang lain. Membuatku sempat menjadi orang yang iya-iya saja dan sangat penurut. Sekarang pun masih, kadang-kadang. Sampai aku sadar bahwa itu juga tak selamanya baik. Lalu aku berusaha melupakan perasaan seperti itu.

Ini bukan soal kebingunganku pada pertanyaan bapak ojek online. Ya, itu tepat satu tahun yang lalu. Tak ku sangka aku masih ingat. Padahal awalnya aku hanya berpikir ingin pergi dan berniat naik ojek online. Bukan juga tentang aku dulu yang sangat jahat pada adikku.

***

Kata orang, aku pelupa. Sangat pelupa. Aku juga merasa begitu. Banyak hal kecil yang sangat cepat aku lupakan. Kadang beberapa hal besar yang sebenarnya penting. Ada untungnya juga memang. Karena sebenarnya aku tak perlu usaha ekstra untuk melupakan hal-hal yang ingin aku lupakan. Kamu dan orang di sekitarku juga tak perlu susah payah membantuku melupakan sesuatu. Mungkin sistem di otakku bekerja sangat cepat memfilter hal yang perlu aku ingat atau tidak. Sampai kadang aku sendiri juga tidak bisa mengontrolnya.

Tapi ternyata mereka hanya memilah dengan cepat lalu menyimpannya saja kemudian menguncinya. Kalau dibayangkan, mungkin isi otakku saat ini adalah sebuah ruangan besar dengan banyak sekali laci yang terkunci rapat. Juga sel-sel yang bekerja super cepat memilih-milih informasi yang masuk, membuka laci-laci baru, kemudian menguncinya. Anak kuncinya ada. Tapi entah disimpan dimana. Dibiarkan berserakan begitu saja mungkin?

Jadi, suatu saat nanti laci-laci itu tetap bisa terbuka, kan? Maka kau tahu apa yang harus kau lakukan jika ingin aku mengingat sesuatu. Temukan kunci yang tepat.


-BAS-

Comments

Popular posts from this blog

Bulan di Balik Awan

Suara Langit, Mengudara di Cakrawala Indonesia