Cerita Kereta

Seperti para pengguna KRL dari Bogor, awalnya mereka merasa aman karena hanya ada satu stasiun tujuan akhir, Stasiun Bogor. Sampai pada akhirnya ada jalur baru yang dibuka, mereka harus lebih waspada agar tak salah kereta. Mereka yang tingkat kewaspadaannya sedang kurang akhirnya harus menempuh perjalanan lebih lama karena terbawa ke jalur lain. Nyatanya setelah bertahun-tahun, hampir setiap hari, ada saja percakapan seperti ini:
x : mbak, ini kereta ke Nambo ya?
y: iya, pak.
x: oh bukan ke Bogor, ya? Aduh salah kereta saya.
Ada saja meskipun masinis sudah memperingatkan. Sialnya, hanya ada satu jalur yang aktif ke Stasiun Nambo. Jadi aku hanya bisa memberi saran untuk ikut sampai stasiun akhir sampai si kereta kembali lagi, kemudian pindah kereta di stasiun transit. Ya, buang waktu.

***

Omong-omong tentang kereta, walau deskripsi di atas hanya analogi, bisakah aku menyelipkan sebuah pesan lain? Teruntuk pria-pria muda di dalam KRL, kami mengerti seberapa lelahnya anda. Tapi bisakah saya minta tolong untuk memberikan tempat duduk kepada para wanita ketika kereta penuh sesak? Bukan karena mereka lemah, hanya menghindarkan mereka dari pihak-pihak yang memanfaatkan keadaan di dalam kereta yang berdesak-desakan. Di luar kenyataan adanya gerbong khusus wanita, pastinya. Karena apapun alasan mereka memilih gerbong campur, saya percaya tidak ada satu pun dari mereka yang ingin dilecehkan begitu saja.


-BAS-

Comments

Popular posts from this blog

Bulan di Balik Awan

Suara Langit, Mengudara di Cakrawala Indonesia